Industri kerajinan (craft) global memasuki tahun 2026 dengan prospek yang kian cerah. Pertumbuhan pasar yang stabil, dorongan keberlanjutan, serta kemajuan teknologi digital menjadikan sektor ini salah satu motor penggerak ekonomi kreatif dunia. Para analis dan pelaku industri melihat tahun ini sebagai momentum penting untuk mengonsolidasikan kekuatan tradisi tangan (handmade) dengan peluang skala yang dibuka oleh era digital.
Laporan Grand View Research mencatat, nilai pasar produk handmade dan handicraft kini telah menembus ratusan miliar dolar AS dan masih menunjukkan tren pertumbuhan positif. Riset industri lainnya menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan CAGR (compound annual growth rate) — tingkat pertumbuhan tahunan gabungan di kisaran menengah, dengan segmen tekstil, homeware, dan suvenir berbasis identitas lokal menjadi penyumbang terbesar.
Menurut analis dari Claight Market Insight, craft bukan lagi sekadar ceruk kecil dalam ekonomi kreatif, melainkan bagian dari rantai industri global yang kian terintegrasi dengan sektor desain dan ritel modern.
Isu keberlanjutan kini menjadi arus utama dalam industri craft. Konsumen dunia semakin menuntut transparansi bahan, produksi ramah lingkungan, serta praktik bisnis yang adil.
Tren circular craft — termasuk penggunaan bahan daur ulang, serat alami, pewarna organik, dan kemasan biodegradabel — kini menjadi standar baru. Menurut laporan European Crafts Alliance, kesadaran ini tidak hanya muncul dari konsumen, tetapi juga dari kebijakan global yang menempatkan produk handmade sebagai bagian dari ekonomi budaya berkelanjutan.
“Produk yang dihasilkan secara etis kini memiliki nilai tambah tinggi di pasar internasional,” tulis laporan tersebut. “Sustainability bukan lagi pilihan, melainkan prasyarat daya saing.”
Digitalisasi Mendorong Akses Global
Transformasi digital juga mempercepat penetrasi produk kerajinan ke pasar global. Platform e-commerce dan media sosial membuka peluang baru bagi pengrajin untuk menjangkau pembeli langsung dari berbagai negara.
Riset Accio Trends Report 2025–2026 menunjukkan peningkatan signifikan pada pencarian produk handmade dan transaksi berbasis ponsel. Fitur-fitur seperti short-video commerce, sistem pembayaran instan, hingga integrasi like-to-shop menjadi katalis bagi pengrajin yang piawai mengemas narasi visual produknya.
Namun, tantangan tetap ada — mulai dari perlindungan kekayaan intelektual, standarisasi logistik, hingga menjaga autentisitas di tengah peningkatan permintaan.
Konsumen kini tak hanya membeli produk, tetapi juga pengalaman dan cerita di baliknya. Produk limited edition, kolaborasi antara desainer modern dan pengrajin tradisional, serta pop-up shop interaktif kian digemari.
Menurut laporan Accio, strategi personalisasi dan penjualan terbatas dapat meningkatkan margin pengrajin hingga dua kali lipat. “Cerita adalah nilai jual baru,” tulis laporan itu, menyoroti meningkatnya minat pada produk dengan latar budaya yang kuat.
Tren Warna 2026: Natural dan Emosional
Dari sisi estetika, tahun 2026 didominasi oleh palet warna alami yang menenangkan. Lembaga tren warna global seperti WGSN dan Good Housekeeping Institute memperkenalkan konsep earthy vibrancy — paduan warna tanah seperti oker, zaitun, dan terakota, disertai nuansa netral baru seperti smoky blue-green dan cokelat espresso.
“Warna alam memberi kesan autentik dan hangat,” tulis People.com dalam laporan tren warnanya. “Produk craft dengan warna alami akan semakin relevan di ruang interior dan mode.”
Meski tren pasar positif, sejumlah praktisi mengingatkan pentingnya investasi pada penguatan kapasitas (capacity building) bagi pengrajin. Fokus utama mencakup pelatihan desain, pemasaran digital, dan akses pembiayaan.
Laporan World Crafts Council (WCC) International pada 2025 menyoroti bahwa banyak merek besar masih belum memberikan pengakuan proporsional bagi artisan yang terlibat dalam rantai produksi. “Diperlukan sistem pelaporan dampak artisan agar kesejahteraan pembuat benar-benar meningkat,” ujar laporan itu.
Proyeksi 2026–2030: Pasar Tetap Menggeliat
Riset Deep Market Insights memperkirakan pasar kerajinan global akan terus tumbuh dengan laju antara 4–12% hingga 2030. Segmen tekstil dan dekorasi rumah diproyeksikan menjadi penggerak utama, seiring meningkatnya permintaan desain interior yang kembali ke nuansa “artisan dan kontekstual”.
E-commerce dan jaringan B2B seperti ritel besar, hotel, dan destination management company (DMC) menjadi saluran utama peningkatan volume penjualan. Namun, akses modal, kemampuan produksi, serta kepatuhan terhadap standar ekspor masih menjadi tantangan besar bagi pengrajin di negara berkembang.





