Dorongan berkarya berasal dari berbagai keinginan. Selain memuntahkan hasrat, juga memberi peluang meringankan beban batin. Sehingga keseimbangan diri mempermudah konsentrasi untuk mengerjakan sesuatu hal hingga hidup dapat berlanjut. Baik dengan pemikiran intelektual atau pemikiran kreatif yang mendorong tumbuhnya produktivitas. Proses inilah yang memberi peluang gagasan muncul untuk memperbaiki sikap hidup.
Melalui hal-hal sederhana hingga kompleks tersebut, para seniman berusaha menghadirkan solusi, hiburan, dan refleksi tentang kehidupan kota besar Jakarta. Sebenarnya pameran bertajuk “Otak-atik Jakarta”, merupakan wadah bagi insan kreatif untuk mengolah kegelisahan, tantangan, dan inspirasi yang lahir dari denyut kehidupan ibu kota. Pameran “Otak-atik Jakarta” akan dibuka oleh Mr. Joel Harumal (Kolektor dan Pecinta Seni Rupa).
Pameran ini akan berlangsung pada 1-12 Oktober 2025 bertempat di Amuya Gallery, Jl Graha Kana, Jl Gunung Sahari Selatan, Kemayoran, Jakarta, menyajikan karya-karya dari sembilan perupa yang terhimpun dalam Kelompok Oret-oret Jakarta (Arief Eko Saputra, Deskamtoro Dwi Utomo, Dian Ardianto, Sri Hardana, Taufiq Rachman, dan Zamrud Setya Negara) dan undangan secara khusus para perupa untuk merespon tema pameran, mereka adalah; Agus Iswahyudi, Aviza ‘Cichat Azalia, dan Saepul Bahri. Pameran dikuratori oleh Dimas Aji Saka dan Dian Ardianto.
Melalui karya-karya yang ditampilkan, para peserta ingin menunjukkan bahwa dengan ketekunan dan kreativitas, mereka bisa membuat keragaman karya-karya artisitik yang terlahir dan disajikan tidak hanya untuk pemenuhan ekspresi bagi diri sendiri, tetapi juga untuk ruang apresiasi bagi masyarakat luas, demikian Dimas Aji Saka dari Amuya Gallery, menungkapkan dalam kesempatan mengiringi penulisan pameran ini.
Rangkaian program dalam pameran ini, selama berlangsungnya pameran juga akan diselenggarakan berbagai workshop, rencana akan dibuka untuk publik/umum dengan jadwal yang ditentukan kemudian. “Proyek percobaan untuk menghadirkan kota sebagai mosaik nasib: tidak pernah utuh, tidak pernah selesai, namun selalu berdenyut di antara mitos dan realitas,” pungkas Sri Hardana dalam konsep karyanya yang berjudul Fragment Jakarta. AF
