Pemerintah terus memperluas akses pembiayaan bagi pelaku industri nasional, khususnya sektor padat karya yang berkontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Salah satu langkah terbaru adalah peluncuran Kredit Industri Padat Karya (KIPK), program pembiayaan yang ditujukan untuk mendukung revitalisasi mesin, peningkatan produktivitas, dan penguatan daya saing industri nasional.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, KIPK merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat sektor industri padat karya melalui deregulasi besar-besaran.
“Tujuannya agar industri nasional semakin kompetitif, mampu menciptakan lapangan kerja, dan menarik investasi,” ujar Agus di Jakarta, Minggu (9/11).
Menurut Menperin, KIPK menyasar sektor industri seperti makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit dan barang kulit, alas kaki, furnitur, serta mainan anak. Sektor-sektor tersebut dinilai memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga kerja dan menggerakkan ekonomi daerah.
Meski demikian, Agus mengakui pemanfaatan KIPK masih tergolong rendah karena belum banyak pelaku industri yang mengetahui skema pembiayaan ini. Ia mendorong pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) untuk memanfaatkan KIPK sebagai sarana peningkatan kapasitas produksi dengan biaya terjangkau.
Menperin menambahkan, KIPK juga sejalan dengan misi Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka, khususnya dalam memperkuat daya saing industri, menciptakan lapangan kerja baru, memperluas basis ekspor, dan mempercepat transformasi menuju industri modern yang berkeadilan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Reni Yanita menekankan pentingnya percepatan implementasi program agar manfaatnya segera dirasakan pelaku industri.
“Keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada regulasi dan pembiayaan, tetapi juga pada sinergi antarinstansi serta kecepatan pelaksanaannya di lapangan,” ujarnya saat membuka Sosialisasi KIPK di Balai Pemberdayaan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI), Sidoarjo, Jawa Timur.
Reni menjelaskan, perusahaan yang mengajukan KIPK harus memiliki minimal 50 tenaga kerja dan memenuhi persyaratan administratif serta teknis sesuai ketentuan. Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk aktif mendata pelaku industri potensial dan memfasilitasi pendampingan teknis agar akses pembiayaan lebih inklusif.
Selain itu, lembaga perbankan diminta mempercepat proses penilaian kelayakan dan memperluas jaringan layanan ke sentra-sentra industri padat karya di berbagai daerah.
“Kemenperin berperan sebagai enabler dan accelerator agar program KIPK berjalan efektif dan tepat sasaran,” tegas Reni.
Pada kegiatan sosialisasi tersebut, dilakukan pula penyerahan simbolis pembiayaan KIPK kepada tiga perusahaan industri calon debitur dari Bank Mandiri dan Bank BRI, disaksikan oleh pelaku IKM, perwakilan Disperindag, serta pemangku kepentingan lintas lembaga.





